“Kita harus terdepan dalam segala hal dan berbeda”
Bertolak
dari dunia investasi, saat ini dirinya menjadi tokoh kunci dalam
pengembangan perusahaan multimedia terbesar saat ini, yaitu Grup MNC.
Kemampuan utamanya adalah mengakuisisi perusahaan bermasalah dan
membenahinya.
Selepas meraih gelar Master of Business Administration dari Ottawa University, Ottawa, Kanada, pada 1989, dirinya langsung terjun kedalam dunia bisnis. Dialah Hary Tanoesoedibjo, CEO Grup MNC (Media Nusantara Citra) yang memiliki julukan “Raja Bisnis Multimedia” saat ini.
Pada
saat memulai, Hary langsung terjun kedalam dunia sekuritas dengan
mendirikan PT Bhakti Investama. Sejak mengenyam pendidikan, Hary
cenderung sudah memiliki komitmen untuk terjun kedalam dunia keuangan.
Bidang studi keuangan dan aset manajemen yang gelutinya dalam
pendidikan, menurut Hary sangat menunjang keputusannya untuk langsung
memulai bisnis selepas lulus. Ia melihat, Indonesia memiliki banyak
potensi yang besar karena sumber dayanya juga besar. “Saya selalu
percaya negara yang kaya sumber daya dan jumlah penduduknya besar, bila
dikelola dengan baik, maka akan menjadi negara besar,” ucapnya.
Dibawah
bendera Bhakti Investama, Hary melakukan bisnis dalam manajemen
investasi dengan membeli kepemilikan sebuah perusahaan, membenahinya,
kemudian menjualnya kembali. Kemampuan inilah yang kerap dinilai orang
sebagai kunci sukses dari keberhasilan dirinya. Hary mampu menata
kembali perusahaan yang sudah kusut alias bermasalah.
Sejak
terjun kedalaam dunia bisnis investasi, hingga tahun 1997 ia menjadi
pemain dalam bursa efek. Perusahaannya semakin berkembang dengan ukuran
yang lebih besar. Hingga akhirnya, krisis melanda Indonesia pada tahun
1997-1998. Namun, ia berkata, “Setiap krisis adalah masalah, dan disitulah ada kesempatan.” Saat
krisis inilah ia malah memulai titik poin investasi ke bidang lain
secara permanen. “Jadi bukan hanya membeli perusahaan, diperbaiki,
kemudian dijual lagi,” ucapnya.
Menurutnya,
saat itu banyak perusahaan yang ditawarkan sangat murah oleh sejumlah
bank karena masalah kredit macet. Ada pula perusahaan itu dialihkan
kepada pemerintah melalui BPPN. Bahkan, transaksi juga terkadang
dilakukan secara bilateral karena pemiknya ada keperluan atau
membutuhkan. “Yang jelas, terjadi situasi yang tidak menentu. Karena itu
saya putuskan untuk melakukan ekspansi. Disitu titik terangnya,”
ucapnya.
Selama
1998 – 2001, dirinya mengaku cukup aktif dalam melakukan merger. Hingga
dirinya mengambil keputusan untuk melakukan bisnis yang permanen.
Akhirnya, sekitar tahun 2000 dirinya mengambil alih PT Bimantara Citra
Tbk dan kemudian menjadi CEO pada 2002.
MEDIA MENJADI PORSI BESAR
Di
Bimantara, iapun menunjukkan keahliannya dalam mengelola perusahaan
yang berkondisi sulit. Menurutnya, Bimantara memiliki banyak cabang
bisnis dan ia harus memilih. Lagi-lagi, ia harus mengambil sikap. Karena
ada persaingan bisnis ia memilih untuk membuka investasi terhadap pihak
asing. Setelah itu, dirinya fokus untuk masuk kedalam cabang bisnis
yang dianggapnya potensial. “Jadi bukan saya lepas semua.”
Ditahun
2002 itulah ia membentuk MNC Grup. Disinilah ambisinya untuk menjadi
menjadi jawara bisnis media penyiaran dan telekomunikasi terbentuk. Pada
saat awal, produk utama dari grup perusahaannya ini adalah televisi
nasional RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia). Menurutnya, tantangan
pengembangan bisnisnya kali ini adalah keharusan untuk berbagai
aset-aset lain.
Di
bawah naungan PT Media Nusantara Citra (MNC), tidak sampai lima tahun,
Hary berhasil menguasai saham mayoritas. Saham MNC sendiri awalnya 99,9%
dimiliki oleh Bimantara Citra, grup usaha yang dahulunya dimiliki oleh
Bambang Trihatmodjo, putra mantan Presiden Soeharto. Sejak memiliki
Bimantara, Hary kian agresif di bidang media. Ditambah lagi, berkat
kemampuannya untuk menentukan perusahaan-perusahaan media mana yang
berpotensi untuk berkembang dan mengakuisisinya.
Saat
ini, dibawah Grup MNC, bisnis media yang dimilikinya menjadi
bermacam-macam. Antara lain adalah tiga stasiun TV nasional; RCTI,
Global, dan MNC Tv dengan pangsa pasar 37 % khalayak nasional. Selain
itu, dirinya pun ekspansi 16 televisi lokal dan beberapa tv berlanganan
dengan merek Indovision, Top TV dan Oke Vision. Ketiga televisi
berlangganan yang dimilikinya, diakui Hary memiliki pangsa pasar sebesar
78% pemirsa nasional dari seluruh pelanggan televisi berlangganan.
Selain itu, ia juga memiliki media cetak bernama Koran SINDO (Seputar
Indonesia), sejumlah majalah, media online, serta 34 radio. Dari
keseluruhan media yang dimiliki karyawan yang dimilikinya sejumlah 13500
orang. “Awalnya hanya 1300 karyawan,” akunya.
Selama
8 tahun hingga 2010 saat ini, Hary mengakui, nilai pengembangan
bisnisnya terus berkembang. Contohnya RCTI, ketika mengembangkannya
pertamakali pada tahun 2002 ia memerlukan investasi sebesar Rp 900
miliar, itupun dari segi komersial, variasi media, serta karyawan.
Namun, saat ini angkanya meningkat menjadi Rp 7 triliun.
Tidak
hanya dibisnis media, Hary juga mengembangkan sayap bisnisnya dalam
bidang jasa keuangan, multifinance, dan asuransi jiwa. Bidang-bidang
terakhir dilakukan karena menurutnya ia tidak ingin melupakan bidang
keuangan yang menjadi titik tolak bisnisnya. Ia
juga bergelut di bidang properti, misalnya saja Plaza Indonesia, Grand
Hyat, dan beberapa gedung perkantoran. Ditambah lagi bidang
pertambangan, khususnya batubara, dan terakhir produksi pupuk.
Namun,kata Hary, bisnis terbesar yang dimilikinya saat ini adalah media.
Menurutnya
sekitar 50% dana investasi yang dimilikinya ada di bisnis ini. Hary
menilai, bila dilihat dari karakteristik Indonesia, 80% pendukung
ekonomi nasionalnya adalah domestik. Jadi, sebenarnya tidak tergantung
pada pasar internasional. Dari sinilah bisadigambarkan dimana bidang
yang menjanjikan dan harus digeluti, yaitu yang berhubungan dengan
masyarakat luas yang didalamnya terdapat konsumen, infrastruktur,
telekomunikasi, sumberdaya (minyak, gas, dan tambang), kehutanan,
perikanan, dan perkebunan.
Dasarnya
adalah konsumsi. “Karena semua aktifitas bisnis dimanapun dan industri
manapun, semuanya terkait dengan keuangan.” Itu pula alasan mengapa ia
memilih media sebagai bidang bisnisnya. Kata Hary, bila berbicara media
maka kita harus berbicara tentang iklan. Perusahaan yang beriklan ke
masyarakat, selalu terkait dengan kebutuhan konsumsi dasar. Itulah
kenapa jasa pengembangan bisnisnya diarahkan ke media.
Dalam
memimpin MNC Group, ia memiliki prinsip integrasi media yang saling
bersinergi. Menurutnya, disinilah terjadi ekonomi multi kemampuan.
Contohnya dalam pengembangan TV, satu tower bisa dipakai bersama-ssama,
dalam penjualan iklan dilakukan sistem paket sesama TV dan media cetak.
“Dalam bidang industri apapun, intinya kita harus terdepan dalam segala
hal dan berbeda. Selain itu harus memiliki isi yang beragam,” ujarnya.
FOKUS DAN KONSISTEN
Pria
kelahiran 26 September 1965 ini mengatakan, strategi khusus yang
dimilikinya dalam dunia wirausaha adalah kemampuan. Hary termasuk orang
yang sangat mengedepankan pendidikan. Menurutnya, bila seseorang
berpendidikan, memiliki konsep yang bagus dan benar, maka seseorang itu
akan berkembang. Bila seseorang masuk kedunia sumberdaya dan kebutuhan
dasar, maka banyak bidang yang bisa dikembangkan. Kompetisi itu biasa,
dan kita kurang berkompetisi itu relatif. Kita harus tahu akan kekuatan
yang kita miliki.
Selain
itu, ada tiga hal yang menjadi acuannya untuk menjalani bisnis, yaitu
visi,integritas, dan konsistensi . Setiap orang harus memiliki visi,
karena dengan visi, seseorang akan mengetahui tujuan yang akan
dicapainya. Ketika membangun Bhakti Investama, ia selalu menekankan
tentang strategi ini kepada teman-temannya. “Seperti kita naik
kendaraan, kita tahu mau menuju kemana,” ucapnya.
Katanya,
banyak pengusaha muda di Indonesia yang memiliki perencanaan namun
gagal. Disinilah perlunya visi yang jelas. “Kita coba lalu tidak
berhasil, namun kita enggan untuk mempelajari mengapa kita tidak
berhasil. Kemudian, kita malah mencoba hal lain yang kemudian gagal
lagi. Itu yang tidak bagus. Itu sama saja buang-buang waktu. Sedangkan
seseorang yang makin berumur keberanian melangkahnya itu kurang.
Padahal, sangat bagus bila kesuksesan dimulai sejak umur dibawah 40,”
jelas Hary.
Sedangkan,
integritas adalah berbicara tentang komitmen dan kepercayaan. Ia
mengakui tidak pernah keluar dari komitmennya. Contohnya di waktu
menjalani pendidikan. Dirinya telah berkomitmen untuk terjun dibidang
keuangan. Karena itulah, jurusan yang diambilnya selalu berhubungan
dengan dunia keuangan. “Banyak orang yang saat ini pekerjaannya tidak
sesuai dengan pendidikannya.”
Kemudian
konistensi. Menurutnya, dalam bertindak, seseorang harus mampu
memaksimalkan kapasitasnya. Banyak orang mencoba di tengah jalan dengan
segala hal. Permasalahannya, belum sampai ke tujuan yang akan dicapai,
namun seseorang itu sudah menyerah. “Banyak orang tidak sabaran dan
maunya pasti cepat. Padahal sukses itu butuh proses. Kesuksesan dicapai
dari sukses-sukses kecil. Makanya kita perlu persisten dan konsisten.”.
Dalam
5 tahun kedepan, dirinya memiliki ambisi untuk eksistensi di kawasan
Asia. “Kalau ditanya tujuan saya, maka jawabannya ingin menjadi pemain
regional. Menurutnya, gerakan ekonomi global, kedepannya akan mengarah
ke Asia. Lebih dari 60% penduduk dan ekonomi dunia ada di Asia. Artinya, aktivitas bisnis itu perputarannya terjadi di Asia,” ucapnya. Karena itulah, tujuan bisnisnya pertamakali adalah Indonesia, dan akan berkembang ke Asia
Oleh: Irijanto
(Diterbitkan SME & Entrepreneurship Magazine, edisi Januari 2011)
No comments:
Post a Comment