Monday, November 3, 2014

Langkah Menteri Susi Menghentikan Pencurian Ikan Indonesia


Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa kapal-kapal asing masih menangkap sumber daya ikan di sejumlah kawasan perairan Indoensia seperti di perairan sekitar Maluku, Sumatera, dan Samudera Hindia. Ia mengemukakan bahwa fakta tersebut membuatnya sedih dan mengajak para pengusaha Indonesia untuk bisa lebih mandiri.
 
Pada hari ini (3/10/14) Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan kebijakan moratorium bagi kapal ikan besar berkapasitas 30 gross ton yang beroperasi di perairan Indonesia. Langkah itu diambil karena kapal-kapal besar tersebut telah merugikan negara. "Senin ini keputusan menteri terkait moratorium kapal keluar, sambil saya bertemu Presiden Joko Widodo di Jakarta," ujar Susi di kediamannya di Pangandaran, Jawa Barat, kemarin.

Berdasarkan data di Kementarian Kelautan dan Perikanan (KKP), jumlah kapal ikan besar itu 5.200 buah. Kapal-kapal berbendera merah putih itu mencuri ikan antara lain di sekitar perairan Maluku dan Natuna. Akibat praktik ilegal itu, negara merugi hingga sekitar Rp101 triliun setahun.

Susi mengajak para pengusaha Indonesia untuk bisa lebih mandiri. "Anda ingin, toh, berdiri di laut sendiri, mengapa orang lain yang memanfaatkan (kekayaan sumber daya perairan Indonesia)," katanya. Selain menghentikan izin kapal itu, Susi juga berencana mengalihkan subsidi BBM senilai Rp11 triliun untuk masyarakat pesisir nelayan.

"Ini untuk menghidupi masyarakat nelayan supaya mampu bekerja keras sehingga bisa mengekspor ikan ke luar negeri." Pada kesempatan terpisah, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Gellwyn Yusuf menjelaskan rencana moratorium itu untuk memperoleh kejelasan hasil operasional kapal-kapal tersebut.

"Kami ingin meninjau kembali izin kapal besar yang menangkap ikan di Indonesia.Dalam hal ini kejelasan pemiliknya, asalnya dari mana, operasinya selama ini bermanfaat atau tidak, misalnya dengan membangun industri perikanan yang menyerap tenaga kerja," jelas Gellwyn.Lumbung pangan Kebijakan moratorium itu diapresiasi Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

"Keputusan untuk membuka data perizinan kapal ikan adalah terobosan besar yang patut diapresiasi," kata Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik saat dihubungi, kemarin. Riza menyatakan, setelah Presiden Joko Widodo membentuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, tugas KKP dapat lebih fokus memperkuat lumbung pangan perikanan, menyejahteraan nelayan dan petambak, serta memulihkan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.

"Mulailah dengan memeriksa kapal ikan eks asing karena meski dapat izin dari KKP, di antara kapal tersebut masih menggunakan ABK asing dan mendaratkan ikannya di luar negeri," ujarnya. Selain itu, sarannya, kesesuaian bobot kapal dengan izin yang dipegang pengusaha perlu diperhatikan karena diduga ada praktik underreported, tidak hanya bobotnya, tapi juga terkait jumlah ikan yang dilaporkan, termasuk kebocoran BBM bersubsidi.
 
Hal terakhir yang menjadi perhatian ialah jumlah izin dengan realisasi pembangunan unit pengolahan ikan. Dari situ akan diketahui perusahaan yang tidak menjalankan hilirisasi produk perikanan sesuai prasyarat perizinan. Apresiasi juga dilontarkan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara). "Moratorium sangat baik jika diarahkan untuk menata kembali perizinan kapal penangkap ikan," kata Sekjen Kiara Abdul Halim. 

Kesatuan Nelayan Tradi­sional Indonesia (KNTI) mene­gaskan, kebijakan mo­ra­torium izin penangkapan ikan untuk kapal besar mesti diikuti dengan pemberan­tas­an tindakan pencurian ikan di kawasan perairan Indonesia. Kebijakan Menteri Ke­lautan dan Perikanan mela­ku­kan moratorium ha­rus di­ikuti dengan pemberantasan pen­curian ikan.

Menurut Riza, hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan sejum­lah langkah strategi opera­sional, antara lain dengan memeriksa perizinan kapal ikan eks asing.
Ia mengingatkan, meski telah men­dapat izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, di antara kapal eks asing tersebut ada yang berpotensi masih meng­gunakan awak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan asing dan men­daratkan ikannya di pelabuhan luar negeri.

Selain itu, ujarnya, langkah strategi operasional lainnya adalah mengecek kesusuaian bobot kapal dengan izin yang dipegang oleh pengusaha pemilik kapal ikan.
"Dari sini akan diketahui proyek 'under-reported', baik bobot, jumlah ikan yang dilaporkan, maupun kebo­coran BBM bersubsidi," katanya.

Ketua Dewan Pembina KNTI juga mendesak KKP memantau jumlah izin rea­lisasi dengan pembangunan unit pengolahan ikan (UPI) untuk menge­tahui sederet perusahaan yang tidak menjalankan hilirisasi pro­duk peri­kanan sesuai dengan syarat perizinan.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan ba­kal memberlakukan moratorium atau memberhen­ti­kan pemberian izin penang­kapan ikan untuk kapal-kapal berukuran besar pada tahun 2014.

"Saya ingin moratorium izin kapal-kapal besar sam­pai akhir 2014," kata Susi Pudjiastuti saat berau­diensi dengan para pengusaha di Me­nara Kadin, Ja­karta, Kamis (30/10).
Susi mengutarakan bah­wa bila kebi­jakan tersebut dinilai menghambat aktivi­tas usaha, dirinya meminta maaf. Akan tetapi, itu merupakan kebijakan yang dibutuhkan.

Menteri Kelautan dan Per­ikanan mengingatkan bah­wa kapal-kapal asing ma­sih menangkap sumber da­ya ikan di sejumlah ka­wasan perairan Indonesia, seperti di perairan sekitar Maluku, Su­ma­tera, dan Samudera Hindia.

Ia mengemukakan, fakta tersebut membuatnya sedih dan mengajak para pengusaha Indonesia untuk bisa lebih mandiri. "Anda ingin, toh, berdiri di laut sen­diri, mengapa orang lain yang me­man­faatkan (kekayaan sumber daya perair­an Indonesia)," kata­nya.

Susi Pudjiastuti akan "membabat habis" para penyelundup yang mencuri sumber daya perikanan di kawasan per­ai­ran Indonesia. Menurut Susi, tekad untuk mengatasi pencurian ikan itu, antara lain karena hal tersebut termasuk meru­gi­kan negara karena mengu­rangi pendapatan negara.

1 comment: