Penggunaan smartphone di kalangan
konsumen semakin marak. Salah satu kelebihan ponsel cerdas ini adalah
kemampuannya untuk di-install berbagai macam aplikasi. Untuk mempermudah
akses bagi konsumen, penyedia platform smartphone membuat application
store. Keberadaan toko aplikasi semakin mempermudah para developer untuk
memasarkan aplikasinya. Untuk mendapatkan insight, Selular telah
mewawancari beberapa developer aplikasi lokal yang cukup ternama.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan agar bisa
menjadi developer aplikasi yang sukses.
Ide
Ide adalah modal utama untuk merintis usaha apapun, termasuk membuat usaha pengembangan aplikasi atau startup teknologi. Ide bisa dari mana saja, bahkan seringkali datang tak terduga. Segera buat catatan ketika tiba-tiba menemukan ide. Tapi ide juga tidak akan bernilai apa-apa jika hanya mengendap dalam pemikiran, tanpa melaku eksekusi. “Yang terpenting adalah ide dan eksekusinya, lain-lain bisa mengikuti,” kata Abul A'la Almaujudy, Direktur Better-B.
Passion
Selain itu, yang tak kalah penting adalah passion atau hasrat. Jika melakukan apa yang sesuai hasrat, kita bisa bekerja dengan all-out. Tetap semangat menghasilkan karya bahkan hingga larut malam tanpa merasakan lelah. Agate Studio adalah contoh startup lokal yang orang-orangnya sangat antusias terhadap game. Agate Studio sekarang dikenal sebagai salah satu perusahaan pembuat game terbesar di Indonesia yang telah menghasilkan lebih dari 80 game berbagai platform dan genre. Mereka menerjemahkan passion itu dengan slogan “life the fun way”. Hal inilah yang membuat Agate tetap solid, meskipun jumlah pendirinya tergolong tak biasa, sebanyak 16 orang.
Skill
Skill seperti kemampuan membuat baris-baris kode program, analisis teknis, dan sebagainya diperlukan jika ingin membuat perusahaan aplikasi. Untuk skill pemprograman pembuatan aplikasi mobile, bisa dipelajari. Baik itu melalui lembaga kursus, atau belajar secara ototidak. Andri Yadi, CEO DyCode yang lulusan Teknik Fisika ITB memilih untuk belajar sendiri secara otodidak dari buku dan internet ketimbang dari kursus. Jumlah sumber Daya Manusia (SDM) ahli yang dibutuhkan untuk membuat aplikasi berbeda-beda, tergantung kebutuhan. Bahkan satu orang juga cukup kalau untuk aplikasi kecil. “Kalau untuk game itu biasanya butuh programmer, artist yang membuat visual assets, dan designer yang membuat aturan gamenya,” ungkap Aditia Dwiperdana, Academy Guild Master Agate Studio.
Modal
Besarnya modal yang diperlukan untuk membuat aplikasi bersifat relatif. Menurut Aditia, startup aplikasi biasanya tidak butuh modal besar, istilahnya bootstrapping. Karena tidak butuh bahan baku atau biaya produksi, cukup membutuhkan waktu untuk membuat visual dan programmingnya. Bahkan komputer PC seharga Rp 2,5 juta-an saja dianggap sudah bisa dipakai untuk mengembangkan aplikasi atau game mobile.
Tetapi jika ingin membuat perusahaan aplikasi yang fokusnya B2B (business to business), Almaujudy mengungkap ada beberapa jenis modal yang perlu diperhatikan. Pertama, modal untuk bikin perusahaan. “Karena pasar B2B pasti mengharapkan kerjasama dengan institusi yang legal, maka bagi para pemula yang mau terjun di dunia ini, harus mulai memikirkan cara membuat perusahaan secara legal,” ujar pria yang akrab disapa Cak Uding ini.
Modal selanjutnya adalah untuk infrastruktur. Karena pengembangan aplikasi memerlukan infrastruktur beberapa hal. Pengembangan di iOS butuh komputer Mac O, sedangkan untuk pengembangan platform lain (BlackBerry, Android, Windows Phone) bisa menggunakan PC Windows. Device testing beberapa unit juga harus disediakan. Sambungan internet juga menjadi hal vital bagi para pengembang. Terakhir adalah modal operasional kerja seperti sewa kantor dan gaji karyawan untuk beberapa bulan ke depan.
Model Bisnis
Pengembang aplikasi mobile diharapkan tidak hanya fokus di sisi teknis saja, namun juga harus memperhatikan sisi non teknis seperti monetasi, skema bisnis, marketing, packaging product dan lain-lain. Karena menurut Alamujudy, ini sangat membantu agar developer tersebut semakin mulus dalam perjalanan bisnisnya.
Saat ini, model dasar untuk monetasi bagi pengembang aplikasi mobile ada 2: B2B dan B2C (business to consumer). Kedua model bisnis ini juga bisa dikombinasi menjadi Business to Business to Consumer. Untuk B2C, cara paling umum adalah dengan membuat aplikasi yang dipasarkan di application store. Aplikasi bisa dibuat berbayar dengan harga tertentu atau gratis dengan penyertaan iklan. Sedangkan pada B2B, sistem monetasinya bermacam macam seperti one time fee based project, per user, per usage, dan lain-lain. Jika konsep berasal dari developer, maka bisa memiliki value lebih. Begitu juga dari sisi teknis kalau memiliki tingkat kesulitan tinggi dan implementasinya menantang bisa memberi nilai lebih.
Kolaborasi
Menurut Almaujudy, perusahaan aplikasi harus selalu terbuka dalam segala kesempatan untuk kolaborasi. Kolaborasi dianggap penting karena industri bergerak semakin cepat, dan membutuhkan biaya besar. “Kalau kita ingin bergerak mengikuti irama perkembangan tersebut, untuk meminimalkan resource dan resiko, maka kolaborasi adalah jalan terbaik,” ujarnya. Pengembang aplikasi juga bukan perusahaan super yang bisa melakukan semuanya sendirian. Ada hal bisa dilakukan sendiri, tetapi banyak hal yang bisa dilakukan dengan orang lain yang lebih ahli di bidangnya, sehingga hasil yang diperoleh bisa jauh lebih baik. Keuntungan berkolaborasi ini adalah developer aplikasi hanya perlu fokus pada usaha yang dikuasainya.
Sejumlah pengembang mengerjakan “coding” untuk membuat aplikasi dengan platform Windows Phone pada “The Amazing Nokia Lumia Developer Days” di Graha Manggala Siliwangi, Jalan Aceh Bandung, Jawa Barat, Sabtu (4/2). Microsoft Indonesia dan Nokia mengumpulkan 800 pengembang aplikasi lokal untuk berkompetisi membuat aplikasi yang akan digunakan pada platform Windows Phone serentak dalam waktu 24 jam.
Gigih
Jangan pernah mengira bahwa kesuksesan itu datang secara instant. Butuh perjuangan yang tak kenal kata menyerah bahkan saat menghadapi situasi sulit agar perusahaan aplikasi meraih keberhasilan. Sebelum membuat Angry Birds yang mendunia, Rovio telah mengembangkan setidaknya 52 game. OMGPOP membuat 35 produk kurang laku hingga game Draw Something telah menghindarkan dari kebangkrutan. Selama enam bulan pertama, tim Agate Studio bertahan dengan gaji Rp 50 ribu per bulan tanpa pemasukan. Kalau Anda ingin perusahaan yang sedang dirintis meraih kesuksesan, maka gigih untuk terus berusaha adalah salah satu kuncinya. (Bambang Dwi Atmoko)
Sumber : selular.co.id
No comments:
Post a Comment