Monday, October 3, 2011

Mengembalikan Reputasi Bisnis


Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak kan percaya

Seperti kecantikan, reputasi menjadi magnet yang menarik perhatian semua pihak terhadap pemiliknya. Dengan bekal ini pemiliknya dapat menuai banyak peluang yang ada, baik yang tertarik datang dengan sendirinya maupun yang sengaja dipikat. Reputasi merupakan intangible asset yang dapat menjadi competitive advantage karena sifatnya yang jarang dimiliki, mendukung value creation, tidak tergantikan, dan sulit ditiru. 

Reputasi yang baik mendatangkan ganjaran yang tidak saja bersifat finansial tetapi juga menggaransi pihak-pihak terkait terhadap resiko yang melekat padanya. Reputasi yang baik dapat mempertahankan kesetiaan pelanggan, menjadi bibit word of mouth yang dapat menarik pelanggan baru, dan dalam jangka panjang menjadi kunci untuk memenangkan persaingan bisnis.

Tidak heran jika reputasi perusahaan merupakan aset strategis, karena reputasi dapat meningkatkan value dari perusahaan yang bersangkutan. Pengalaman penulis selaku konsultan yang juga menggeluti jasa executive search menunjukkan betapa reputasi yang kuat membantu perusahaan tidak hanya dalam menjual produknya dengan harga yang menguntungkan, tetapi juga dalam menarik karyawan berpotensi tinggi untuk bekerja padanya. Perusahaan dengan reputasi yang kuat cenderung menjadi perusahaan idaman dan tambatan bagi profesional yang qualified.
 
Manfaat-manfaat di atas seringkali belum terasa gamblang bagi pihak-pihak yang lebih menyukai indikator kuantitatif berupa tingkat pengembalian atas reputasi (return on reputation). Untuk itu harus diukur terlebih dahulu seberapa besar reputasi perusahaan yang bersangkutan dan kemudian diangkakan secara finansial. Penulis melihat ada kecenderungan bahwa selama ini perusahaan melihat reputasi perusahaan lebih berdasarkan persepsi internal dan diposisikan sebagai indikator dari performa perusahaan di masa lampau. Hal ini menjadi kurang bermakna karena kurangnya perhatian pada aspek-aspek operasi bisnis yang berorientasi pada perkembangan bisnis ke depan. Dengan demikian menjadikan kurang maksimalnya utilisasi reputasi sebagai sumber daya yang strategis.

Beberapa perusahaan melakukan pengukuran reputasi dengan pendekatan media coverage untuk kemudian menterjemahkan isinya ke dalam reputation score cards. Memang opsi ini lebih baik daripada tidak ada action evaluasi sama sekali, walaupun opsi ini bukannya tidak mempunyai kelemahan. Kalau diperhatikan secara lebih seksama akan tampak betapa pendekatan ini lebih fokus kepada merekam outcome dari aktivitas humas di media, sedangkan pengaruhnya terhadap khalayak sasaran luput dari pengukuran.

Lantas, bagaimana cara untuk mengetahui seberapa kuat reputasi perusahaan? Dalam hal ini yang dapat dilakukan adalah mengukur melalui penelitian pasar yang terdiri atas dua tahapan utama. Pertama, menilai seberapa besar pengaruh setiap faktor baik internal maupun eksternal terhadap reputasi perusahaan. Di sini, tiap industri mempunyai karakteristiknya masing-masing. Untuk industri yang kompetitif, atribut eksternal seperti pesaing penting untuk memetakan reputasi perusahaan jika dibandingkan dengan reputasi para pesaing. Kedua, mengukur performa dari tiap faktor yang berpengaruh besar terhadap reputasi. Pengukuran ini dapat menunjukkan sektor mana saja yang perlu diprioritaskan dan secara umum berlaku sebagai road map bagi perjalanan proses pengelolaan reputasi itu sendiri.
 
Kecantikan dapat dibangun dan dipelihara, demikian pula halnya dengan reputasi. Reputasi tidak lepas dari harapan khalayaknya, baik yang rasional maupun emosional. Kecantikan sejati terpancar dari dalam diri pemiliknya (inner beauty), demikian pula reputasi sejati terefleksikan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Reputasi sejati hanya akan nampak jika telah menjadi bagian dari karakter, budaya, dan DNA perusahaan. Membangun reputasi ibarat menaruh deposit di bank. Dalam situasi yang kondusif, bunganya tumbuh dengan baik. Di saat krisis, dapat ditarik untuk dipakai sesuai kebutuhan.
 
Saat keadaan memaksa perusahaan untuk berubah, tidak sedikit perusahaan dalam mengelola reputasinya hanya dengan perubahan di permukaan kulit saja. Padahal perubahan kosmetis seperti penggantian logo semata tidak akan berarti banyak. Pengelolaan reputasi, apalagi bagi perusahaan yang baru saja mengalami krisis, membutuhkan perubahan yang fundamental dalam satu proses yang terintegrasi.
 
Reputasi yang kuat dibangun dari tindakan operasional sehari-hari yang konsisten dengan tata nilai perusahaan, tidak cukup satu gebrakan saja. Diperlukan segmentasi dan penentuan skala prioritas untuk membidik khalayak yang secara kritis mempunyai dampak yang tinggi (high impact), misalnya influencer yang dapat merubah opini. Untuk menjembatani perusahaan dengan khalayaknya baik dalam masa krisis maupun masa ’damai’ tentu saja dibutuhkan komunikasi yang proaktif dan terencana dengan baik.
 
Memberikan nilai tambah yang disertai dengan efek kejut, layanan yang prima, dan hubungan baik yang selalu terjaga dapat berasosiasi pada "preferred choice" di antara khalayak. Hubungan yang baik tercipta melalui transparansi dan konsistensi yang membentuk kredibilitas, menimbulkan kepercayaan dan respek khalayak. Ditopang oleh tanggung jawab yang dijunjung tinggi serta komunikasi yang tepat, elemen-elemen ini akan sangat bernilai bagi terbentuknya reputasi yang baik.
 
Satu ungkapan yang patut disadari untuk dapat menuai return on reputation adalah "Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak kan percaya". Mempertahankan reputasi seseorang tidaklah mudah, apalagi mempertahankan reputasi yang baik dari perusahaan. Umpan balik negatif jika tidak dikelola juga akan menggerogoti reputasi dan berujung pada diminishing returns. Apalagi jika mengingat betapa komentar negatif selalu mendapat bobot lebih besar dibanding komentar yang positif.

No comments:

Post a Comment